Konsistensi Pak Karyanto

banner 120x600
banner 468x60

KEMPALAN : Saya mengenal beliau sudah sangat lama, sekitar 45 tahun lalu. Beliau adik angkatan saya di Akademi Wartawan Surabaya. Selisih dua angkatan. Saya Angkatan 1975.

Dua tahun setelah Harian Pos Kota Perwakilan Jatim dibentuk, beliau ikut bergabung pada tahun 1978.

banner 325x300

Koran yang tirasnya terbesar di Jakarta dan nomor 2 di Indonesia ini, untuk Perwakilan Jatim dipimpin oleh Ivans Harsono (Al Fatihah) Ketua Sema AWS.

Sebelum beliau bergabung, telah bergabung adik angkatan selisih setahun, yaitu Ferry Suharyanto (Pei’i), Didied Wardoyo, dan Mushadi. Serta Edy Subagijo (Al Fatihah), seangkatan dengan Pak Ivans dan saya.

Setelah beliau bergabung, menyusul teman-teman mahasiswa AWS lainnya ke Pos Kota Perwakilan Jatim: Tiny Frida, Retno Listyo, Errol Jonathans (RIP), Arifin BH, Budi Santoso (Al Fatihah), dan Bondet Hardjito (Al Fatihah).

Tahun 1978 selesai meliputi shooting film Inem Pelayan Sexy II, saya mengalami batuk darah, menyebabkan saya menjalani pengobatan jalan selama lebih kurang 2 tahun.

Oleh Ivans Harsono, beliau ditugasi untuk membantu meringankan kondisi fisik saya yang lemah, di kamar kontrakan saya kawasan Karang Asem, Surabaya. Terutama untuk pengadaan air yang sulit kami dapatkan. Beliau tinggal serumah dengan saya selama lebih kurang setahun.

Saat Pos Kota Perwakilan Jatim diberi ‘Halaman Jawa Timur’ oleh ‘manajemen pusat’, beliau ditugasi jaga gawang sebagai editor, dan pindah ke Jakarta — kost di kawasan Pramuka.

Ilmu editingnya makin berkembang. Saya banyak berguru kepada beliau mengenai berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Setidaknya versi pers. Seperti misalnya contoh sederhana, kata/kalimat ‘harian Kompas’ — yang betul ‘Harian Kompas’. Atau ‘saling baku hantam’ — yang betul ‘saling hantam’ atau ‘baku hantam’ saja.

Ketika Harian Pos Kota mendirikan Mingguan Surya pada tahun 1987, beliau pulang kampung dan menjadi redaktur ‘halaman satu’ pada mingguan yang terbit di Surabaya itu.

Menjelang Mingguan Surya dikonversi ke Harian Surya pada tahun 1989 (mudah-mudahan tahunnya tidak salah tulis) saya resign. Beliau ikut bergabung dengan koran harian yang sahamnya dimiliki Kompas dan Pos Kota tersebut.

Di koran ini (antara lain) beliau ditugasi sebagai redaktur ‘halaman opini’ yang sebelumnya dijabat oleh Pak Ansari Thayib (Al Fatihah).

Sejak saya resign dari Mingguan Surya pada 1988, saya jarang ketemu beliau. Saya lebih banyak menggelandang di komunitas seni di Balai Pemuda. Sempat ikut mendirikan koran mingguan antara lain bersama (alm) Bambang Sujiyono dan Oki Lukito (Tabloid Darussalam), (alm) Arifin Perdana (Tabloid Peduli Metropolis), dan bersama (alm) Sabrot D. Malioboro (Tabloid Suara Kota).

Saya berkumpul kembali dengan beliau tahun 2007, saat saya mengajukan proposal untuk penerbitan Majalah Bank Jatim. Selain beliau saya ajak bergabung Mushadi. Hingga tahun 2017.

Setelah itu kami berpisah lagi. Saya dengar beliau menangani Majalah BUMD Pemprov Jatim.

Tahun 2021, saat Kris Maryono, Toto Sonata, dan saya mendirikan komunitas Warumas (Wartawan Usia Emas) yang bergerak di ranah literasi — khususnya penerbitan buku antologi puisi, bergabung juga beliau — sejak antologi ke-1.

Pada perkembangannya bergabung pula di Warumas : Pramuditto, Imung Mulyanto, Shanty, Aming Aminoedhin, Arieyoko,Yuli Iksanti, Adam Chevny, Mudjianto Priambodo, Widodo Basuki, Rokimdakas, dan sejumlah nama lain.

Satu hal yang saya catat, beliau saat waktunya setor puisi tak pernah melewati dead line. Konsisten. Disiplin.

Seperti halnya manakala janjian, tak pernah molor. Dan pada setiap launching buku antologi Warumas, beliau senantiasa bertugas membawakan doa. Hingga peluncuran buku antologi ke-6 tanggal 8 November lalu.

Sejak 2 tahun terakhir beliau dalam kondisi : sakit sembuh – sakit sembuh.

Belakangan saya ketahui beliau bersama (alm) Bondet Hardjito yang pemimpin redaksi media online Arek Memo.com., diikuti Mushadi, aktif menangani media digital tersebut.

Selepas rekan Bondet Hardjito berpulang, secara manajerial, Arek Memo.com. ditangani beliau bersama Mushadi dan putra almarhum Bondet yaitu Mas Reza Djibran. Sepertinya secara de facto beliau bertindak sebagai pemred.

Di balik sosoknya yang sederhana, sesungguhnya orangtua beliau bukan “orang biasa-biasa”. Ayahnya adalah perwira pertama kepolisian. Pernah bertugas sebagai anggota Mobrig (Mobile Brigade) — sekarang disebut Brimob.

Dan selepas pensiun, ayahnya menjabat Kepala Desa di Kembangbahu, Lamongan.

Karier ayahnya menurun ke salah satu adik beliau. Saya pernah diajak menemui adiknya di markas Menpor (Resimen Pelopor) “kopassus-nya polisi” di Semolo Waru, Surabaya. Jabatan adiknya sebagai pelatih.

Sedangkan karier beliau menurun ke adiknya yang lain — sebagai jurnalis di TVRI Stasiun Surabaya.
Salah satu putra beliau alumnus Stikosa/AWS, bertugas sebagai staf Humas di salah satu rumah sakit di Pati, Jateng — beristrikan seorang dokter.

Kira-kira 10 hari lalu saya baca di beranda Facebook beliau, terlihat siap-siap berangkat ke Jakarta bersama keluarga besar beliau, pulang kampung ke rumah keluarga Bu Sri Kusumastuti, istri beliau. Lima hari di Jakarta.

Sehari dari aktivitas pulang kampung tersebut, beliau diopname di RS Islam, Jemursari, Surabaya. Saya membantin : kecape’an.

Rabu 4 Desember lalu setelah dari kantor pusat Bank Jatim, saya mengajak Pak Mushadi untuk bezuk beliau, tapi dijawab “Abah Mus” : “Sudah pulang, Senin lalu. Saya barusan dikabari Bu Karyanto.”

Pak Mushadi sehari sesudah Pak Karyanto diopname, membezuk di RS itu.

Kemarin, Kamis 5 Desember sekitar pukul 16.30, masuk ke nomor WA saya dari “Abah Mus” : “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un… Telah meninggal dunia Pak Haji Karyanto jam 15.30 tadi, pakde…”

Beliau berpulang dalam usia 67 tahun.

Selamat jalan sahabat, semoga Sang Khaliq memuliakan.

Panjenengan priyantun sae …
(Amang Mawardi)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *