Surabaya – Anggota DPR-RI dari Dapil Jatim 1 (Surabaya-Sidoarjo) Bambang Haryo Soekartono (BHS) yang duduk di komisi VII DPR-RI, mengapresiasi kenaikan rata-rata upah minimum nasional sebesar 6,5 persen, untuk 2025. Kenaikan itu lebih tinggi dari usulan Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, sebesar 6 persen.
“Besarannya memang lebih tinggi dari tahun lalu yang 4 koma sekian persen. tapi sekarang 6,5. Memang ini dibutuhkan oleh buruh atau pekerja ya yang ada di seluruh Indonesia. Karena begitu besarnya peningkatan inflasi yang ada,” ujarnya, saat di RRI Surabaya, Sabtu, (30/11/2024).
Ia mengatakan, kenaikan ini merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap masyarakat. Namun demikian, Ia juga menggarisbawahi agar kenaikan UMP 6,5 persen ini diiringi dengan kemudahan-kemudahan bagi pelaku industri.
“Tentu apa, pemerintah akan melakukan kemudahan-kemudahan (bagi industri) dengan pemberian insentif, mengurangi birokrasi-birokrasi yang berbelit. Selain itu, menurunkan biaya listrik, mempercepat masuknya jaringan gas bagi masyarakat dan industri serta biaya lain yang berkaitan dengan biaya produksi dan kebutuhan masyarakat secara luas,” katanya.
Menyikapi adanya keinginan buruh di Ring I Jawa Timur yang meminta kenaikan sebesar 8-10 persen, Bambang berharap, agar usulan tersebut mempertimbangkan UMK daerah lain.
“Harusnya diseragamkan dulu UMK di berbagai daerah. Jawa Timur itu, tidak hanya Surabaya dan sekitarnya, ada 38 kabupaten Kota. Jawa Tengah juga begitu, Semarang UMR-nya masih Rp, 3,3 Juta, Solo Yogya bahkan masih Rp, 2,2 juta. Mereka kayaknya nggak banyak protes. Yang melakukan biasanya yang UMR-nya gede. Memang akhirnya ada ketimpangan. hampir 80 persen wilayah di Jawa Timur UMRnya dibawah Rp 3 Juta,” katanya.
Sehingga menurutnya, yang perlu diperjuangkan oleh buruh adalah penurunan tarif listrik, tarif air dan jaringan gas murah bagi masyarakat.
“Kalau bisa listrik harganya murah seperti di Malaysia, yang kedua adalah jargas itu bisa cepet masuk ke masyarakat sehingga harganya murah. Terus air, kalau bisa air itu gratislah. Ini akan menekan biaya pengeluaran masyarakat. jika hanya menuntut naik gaji, dikhawatirkan menekan kemampuan industri yang pada akhirnya akan berdampak pada pindahnya pabrik-pabrik ke luar negeri. Yang bahaya kalau Maspion itu lari, itu karyawannya ada 15 ribu,” ujarnya.