KEMPALAN: Ketika saat ini kita sedang ada dalam puncak bonus demografi, yaitu jumlah penduduk usia kerja sangat berlimpah, sayangnya situasi ekonomi global begitu berat menekan negara berkembang termasuk Indonesia.
Tekanan ekonomi berlanjut ke tekanan sosial, sehingga prosentase kelas menengah yang menjadi penyangga vital ekonomi rakyat sangat menurun.
Daya beli masyarakat jauh menurun, dan itu kita rasakan semuanya betapa cari uang makin sulit dan kebutuhan makin mahal. Kita juga melihat fakta terjadinya banyak PHK, pengangguran meningkat demikian juga kemiskinan. Lapangan kerja sulit didapat, anak putus sekolah meningkat, biaya kesehatan makin membebani masyarakat pendapatan rendah, juga kelaparan (seperti baru-baru ini ditegaskan oleh Presiden Prabowo dalam KTT G20 di Brazil, kelaparan sebesar 25%).
Muncul pertanyaan lugu dalam diri kita. Selama ini (paling tidak 5 tahun terakhir) pemerintah “ngapain aja?” Sibuk berpolitik kekuasaan hingga kurang mempedulikan penderitaan rakyat? Sibuk berkolusi dan memupuk harta di kelompok elitenya masing-masing?
Maka seperti ditegaskan dalam rencana pembangunan jangka panjabg RPJPN th. 2045, ada 3 transformasi yang wajib dilakukan secara lugas agar kita bisa lepas dari persoalan yang mbulet, dan kembali ke jalan benar, yaitu melakukan secara nyata transformasi sosial, transformasi ekonomi dan transformasi tata kelola pemerintahan.
Tanpa transformasi tsb, kita tidak akan mampu mencapai Indonesia Emas 2045. Hari2 kita tetap berat dan sengsara. Kita akan terjebak pada “perangkap kelas menengah” yang akan membuat situasi sosial ekonomi. Politik yang rumit. Kesejahteraan sosial akan jadi ilusi.
Agar keluar dari situasi kritis ini, fondasi sosial ekonomi harus dirombak total, diperkuat secara lugas di periode 2025-2030, dan itu perlu kapasitas kepemimpinan yang pekerja keras, berani, tegas, jujur dan tulus.
Tidak mungkin pola dan karakter kepemimpinan yang biasa-biasa saja bisa memperjuangkan kesejahteraan sejati, kesejahteraan yang tidak dimanipulasi dengan angka statistik yang menipu seperti beberapa tahun terakhir ini.
Jawa Tinur adalah salah satu pilar utama ekonomi Indonesia karena sekitar 14,5% PDB disumbang Jawa Timur. Maka rakyat Jawa Timur harus jadi pelopor dan pejuang pembangunan Indonesia. Bukankah Hari Pahlawan 10 November seharusnya memberi inspirasi dan teladan?
Maka pada hari H pilkada Jawa Timur, semua lapisan masyarakat pemilih seharusnya memilih pemimpin yang bisa diandalkan untuk menghadapi masa depan yang berat di atas. Bukan balas budi karena uang politik dan sembako suap. Bukan karena takut diintimidasi.
Ini bukan soal kontestasi menang kalah. Bukan soal loyalitas partai politik atau golongan.
Ini adalah terang-terangan pertaruhan nasib rakyat, bukan saja pemilih, tetapi bayangkan akibatnya pada anak cucu pemilih dan generasi selanjutnya.
Maka apabila ada yang bermain politik uang, serangan subuh dan lainnya, terima saja uangnya kan yang memberi ikhlas? Tapi tetap mencoblos sesuai hati nurani dan kesadaran akan nasib rakyat, juga nasib anak cucu.
Uang politik suap pilkada dan sembako paling habis dalam 1-2 hari.
Dan hari berikut sampai 5 tahun mendatang, tetap sengsara dan bahkan makin terpuruk, karena yang kita pilih niscaya korupsi untuk mengembalikan uang politik dan sembako pilkada tersebut.
Kalau kemudian yg kita pilih melupakan kita yang memilih, ya harap “maklum” karena mereka tentu sedang sibuk cari uang untuk bayar utang dan memperkaya diri dengan kekuasaan yang diperolehnya.
Kita hari ini benar-benar butuh pemimpin yang bersih dan tulus serta mau kerja keras.
Kalau salah pilih, penyesalan tidak terbatas 5 tahun kedepan, tapi kesengsaraan bisa lebih lama dari itu karena kita masuk jebakan kelas menengah yang mandeg bahkan merosot, serta menonton kasus korupsi uang rakyat yang makin marak. Mengerikan!!
Maka pilihlah pemimpin yang bersih, amanah, tulus, pekerja keras, tidak jaim, berpengalaman nyata dan terbukti sukses membangun daerah.
Ayo masyarakat Jawa Timur, bangkit, move on. Ayo resik-resik Jawa Timur, resik-resik juga bisa berarti amal ibadah untuk kebaikan masyarakat bangsa dan negara.
Tahajudlah, berdoalah dengan hikmat dan jujur terhadap diri sendiri di hadapan Allah SWT, sebelum mencoblos pagi harinya. Ini semua akan mendorong terwujudnya kemaslahatan umat dan masyarakat. Bukan makin mendorong kemudaratan. Kasihan anak-cucu kita.
Semoga….
Wallahualam.
Oleh: Had Pras