KEMPALAN: Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran akan dilanitik pada 20 Oktober 2024, sejumlah nama dipanggil dan diberi pembekalan di Hambalang, ada artis, politisi, pengusaha dan profesional, mantan Menteri era Jokowi yang sudah memiliki rekam jejak pengalaman
Sebagaian pengamat menunjukkan rasa kekhawatirannya bahwa tampaknya Era Prabowo-Gibran diawal pemerintahan akan menghadapi tantangan besar dalam menjalankan kabinet yang efektif.
Selain itu rasa kecewa masyarakat akan janjinya untuk membentuk kabinet teknokrat, dengan basis orang hebat dan pengalaman tentang tata kelola negara, tampaknya tak sejalan dengan realitas di lapangan.
Alih-alih mengisi kabinet dengan para ahli di bidangnya, banyak posisi di kabinet Prabowo diperkirakan akan diisi oleh politikus dan figur yang minim kompetensi. Gambaran ini sudah terlihat dari daftar calon menteri dan wakil menteri yang disebut-sebut akan mengisi pos-pos penting.
Dari perkiraan susunan kabinet tersebut, tampak jelas bahwa kepentingan politik menjadi salah satu prioritas utama. Kursi-kursi menteri dan wakil menteri diisi oleh perwakilan partai politik, yang mungkin lebih mengutamakan kepentingan partai dibandingkan sepenuhnya mendukung visi dan misi presiden.
Dengan munculnya kepentingan politik partai tidak menutup kemungkinan akan timbul potensi konflik kepentingan di dalam kabinet.
Para menteri bukan hanya bekerja menjalankan arahan presiden, tetapi juga harus menjaga kepentingan partainya masing-masing.
Kesan bahwa Prabowo sedang membalas budi kepada para pendukung politiknya makin terlihat dari profil sejumlah calon menteri dan wakil menteri.
Banyak dari mereka oleh sebagaian pengamat dinilai tidak memiliki riwayat cukup meyakinkan untuk memimpin kementerian strategis.
Hal ini otomatis memunculkan kekhawatiran bahwa sebagian anggota kabinet akan lebih sibuk mengurus kepentingan pribadi ketimbang fokus pada tugas negara. Tentu saja ini akan membuat efektivitas kabinet dalam menjalankan program pemerintah akan terganggu.
Salah satu alasan Prabowo dalam membentuk kabinet yang besar adalah agar para menterinya dapat lebih fokus bekerja. Namun, pembentukan kabinet besar justru dikhawatirkan berpotensi menyebabkan pemborosan anggaran.
Penambahan jumlah kementerian tidak hanya memerlukan anggaran untuk gaji menteri dan wakil menteri, tetapi juga untuk para pejabat eselon, staf khusus, dan staf ahli. Selain itu, biaya perjalanan dinas dan kebutuhan birokrasi lainnya akan membengkak. Ini menjadi beban berat bagi APBN, terutama di tengah keterbatasan ruang fiskal yang ada.
Kabinet besar juga menghadapi tantangan lain dalam masa transisi. Pemisahan dan penggabungan kementerian akan memerlukan waktu adaptasi yang tidak sebentar.
Selain harus menyesuaikan alokasi anggaran dan distribusi tanggung jawab, perubahan ini juga menyangkut hal-hal administratif, seperti perubahan kop surat dan penyesuaian plang kantor.
Pada tahun-tahun pertama, kementerian baru kemungkinan akan lebih sibuk menyelesaikan urusan internalnya daripada langsung mengimplementasikan program-program strategis.
Jika dibandingkan dengan negara-negara maju, kabinet besar seperti yang direncanakan oleh Prabowo terlihat kurang efisien.
Amerika Serikat, misalnya, hanya memiliki 15 kementerian, baik di bawah kepemimpinan presiden dari Partai Republik maupun Demokrat.
Jerman juga hanya memiliki 15 kementerian, sementara Cina, dengan populasi mencapai 1,4 miliar, hanya memiliki 26 kementerian.
Struktur kabinet yang lebih ramping ini memungkinkan mereka untuk bekerja lebih efisien dan fokus dalam mengatasi berbagai tantangan kebijakan.
Sebaliknya, kabinet besar Prabowo tampak menunjukkan bahwa pemerintahannya mungkin lebih condong untuk mengakomodasi berbagai kepentingan politik daripada secara optimal melayani kebutuhan publik.
Banyaknya kursi menteri dan wakil menteri menunjukkan kompromi politik yang bisa menghambat pengambilan keputusan strategis yang cepat dan efektif. Ini dapat membuat pemerintahan lebih lambat dalam merespons kebutuhan masyarakat dan menyesuaikan diri dengan tantangan global yang cepat berubah.
Dengan tantangan struktural dan beban politik yang besar, masa depan kabinet Prabowo dipenuhi tanda tanya. Struktur yang gemuk ini membawa beban berat, baik dari sisi anggaran maupun efektivitas kerja. Di satu sisi.
Prabowo mungkin berhasil menenangkan para pendukung politiknya dengan alokasi kursi menteri. Namun, di sisi lain, ini bisa mengorbankan upaya untuk menciptakan pemerintahan yang cepat, efisien, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
Hanya waktu yang akan membuktikan apakah keputusan ini bisa membawa hasil yang diharapkan atau justru menambah daftar panjang tantangan bagi pemerintahan baru….Walahualam.
Penulis: Bambang Eko Mei