Oleh : Bambang Eko Mei

SUKABUMI-KEMPALAN : Jauh sebelum Pemerintah mencanangkan program food estate untuk ketahanan pangan.

Kasepuhan Ciptagelar, sebuah kampung adat berada di kaki Gunung Halimun, dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun, Sukabumi, Jawa Barat, merupakan contoh kearifan lokal yang patut ditiru dalam menciptakan ketahanan pangan dengan mempertahankan sistem pertanian warisan leluhur, yang sudah berusia ratusan tahun

Masyarakat di sana masih setia memegang teguh tata cara adat dalam menjalani kehidupan sehari-hari, terutama dalam hal bertani.

Budaya ini membuat mereka mampu menjaga ketersediaan pangan yang berlimpah hingga puluhan tahun ke depan.

Kasepuhan Ciptagelar menerapkan sistem pertanian tradisional yang telah dijalankan secara turun-temurun. Mereka menghindari penggunaan teknologi modern dan bahan kimia dalam proses bertani.

Sebagai gantinya, masyarakat menggunakan cara-cara alami dan ramah lingkungan. Misalnya, mereka memilih jenis-jenis padi lokal yang sesuai dengan kondisi tanah di Ciptagelar dan melakukan rotasi tanaman untuk menjaga kesuburan tanah.

Sistem pertanian tradisional ini tidak hanya memastikan kualitas padi yang baik, tetapi juga menjaga keberlanjutan ekosistem di sekitar Kasepuhan. Dengan cara ini, alam dan manusia hidup selaras tanpa merusak keseimbangan lingkungan.

Hasilnya, mereka mampu menjaga stok padi yang melimpah, menjadikan mereka tidak takut menghadapi krisis pangan.

Masyarakat sangat menghormati adat dan budaya leluhur yang diwariskan oleh para puun (pemimpin adat).

Pemimpin adat ini memiliki peran penting dalam menjaga kelangsungan nilai-nilai budaya dan mengatur jalannya kehidupan masyarakat, termasuk menentukan waktu tanam dan panen padi.

Berbagai upacara adat sering diadakan untuk menjaga keharmonisan dengan alam, seperti Seren Taun, yang merupakan upacara syukuran atas hasil panen padi.

Upacara ini melibatkan seluruh masyarakat dan menjadi momen untuk mempererat tali silaturahmi.

Leuit Lumbung Padi Tradisional juga menjadi salah satu kunci utama keberhasilan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar dalam menjaga ketersediaan pangan

Leuit adalah bangunan kayu berbentuk rumah kecil yang digunakan untuk menyimpan padi hasil panen.

Masyarakat Ciptagelar meyakini bahwa leuit bukan hanya sekadar tempat menyimpan padi, tetapi juga memiliki nilai spiritual dan filosofi yang mendalam.

Leuit adalah simbol kesejahteraan, keberkahan, dan ketahanan pangan bagi masyarakat.

Hingga saat ini, di Ciptagelar terdapat lebih dari 1.000 leuit yang tersebar di kampung-kampung adat.

Setiap keluarga biasanya memiliki leuit mereka sendiri sebagai bentuk tanggung jawab pribadi dalam menyimpan hasil panen.

Kapasitas satu leuit bervariasi, mulai dari beberapa kuintal hingga lebih dari satu ton padi. Jika ditotal, leuit-leuit di Ciptagelar mampu menyimpan puluhan hingga ratusan ton padi.

Leuit-leuit tersebut dijaga dengan sangat baik agar padi yang disimpan tetap awet dalam waktu lama. Mereka merancang leuit dengan bentuk dan bahan yang mampu melindungi padi dari serangga, kelembaban, dan perubahan cuaca.

Masyarakat Ciptagelar percaya bahwa menjaga leuit sama dengan menjaga keberkahan dan kesejahteraan keluarga.

Disamping itu salah satu rahasia utama awetnya padi yang disimpan di leuit adalah metode pengeringan alami yang mereka terapkan sebelum padi disimpan. Masyarakat Ciptagelar mengeringkan padi secara tradisional dengan cara menjemurnya di bawah sinar matahari hingga benar-benar kering.

Proses ini dilakukan dengan sabar dan teliti, memastikan tidak ada kelembaban yang tersisa sehingga padi tidak mudah rusak.

Leuit dirancang agar sirkulasi udara tetap terjaga, sehingga menghindarkan padi dari kelembaban berlebih. Kayu yang digunakan sebagai bahan utama leuit juga dipilih secara khusus, karena sifatnya yang tahan terhadap serangan rayap dan cuaca.

Dengan cara ini, padi yang disimpan di leuit dapat bertahan dalam kondisi baik hingga bertahun-tahun.

Kearifan lokal yang diterapkan oleh masyarakat Kasepuhan Ciptagelar menunjukkan bahwa cara hidup yang selaras dengan alam dapat menjadi solusi dalam menghadapi tantangan global seperti krisis pangan.

Mereka membuktikan bahwa ketahanan pangan tidak selalu harus mengandalkan teknologi modern, tetapi bisa dicapai dengan memanfaatkan kearifan lokal dan menjaga hubungan harmonis dengan alam.

Masyarakat Ciptagelar menjadi contoh nyata bahwa nilai-nilai tradisi yang dipegang teguh mampu menciptakan kesejahteraan dan keberlanjutan.

Kearifan lokal seperti ini bisa menjadi inspirasi bagi banyak pihak dalam menjaga ketersediaan pangan dan menghadapi ancaman perubahan iklim.

Dengan menghargai dan melestarikan kearifan lokal, kita dapat belajar banyak hal untuk membangun masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan. (Izzat)