Oleh : Prof. Dr. H Hari Setiono
SURABAYA- KEMPALAN : Materi ini disajikan pada Pertemuan Guru Besar Keolahragaan Se Indonesia dan i Universitas Negeri Surabaya 2024
MEMANDANG DAN MENGAMATI PELAKSANAAN PEKAN OlAHRAGA NASIONAL 2024
Sejarah PON.
Fasilitas penyelenggaraan
Juara-juara kembar
Pelayanan
Konsumsi
2 daerah tempat pelaksanaan
Jumlah nomor-nomor yang terlalu banyak
Membatasi jumlah cabor sesuai multi event
Membagi dengan cabor olahraga Masyarakat dengan membatasi cabor sesuai multi event.
KILAS BALIK PON XXI TAHUN
Pekan Olahraga Nasional XXI-2024 telah berlalu. Gundukan sisa kenangan masih tetap terngiang, walau para pelaku telah sampai kedaerah masing- masing sambil merenung, masih adakah goresan kesan itu tertinggal dihatinya.
Sekilas marilah kita kenang goresan awal terjadinya Pekan Olahraga Nasional yang baru berlalu telah berlangsung dinegara tercinta kita. Pekan Olahraga Nasional yang lebih dikenal dengan sebutan PON pada awalnya digelar ditahun 1948 dan tepatnya pada tanggal 9-12 September, yang sekarang telah ditetapkan menjadi hari Olahraga Nasional ditanggal 9 September yang lebih dikenal dengan sebutan Haornas. Awalnya Pekan Olahraga Nasional waktu itu diikuti oleh 13 daerah dan mempertandingkan hanya 9 cabang olahraga. Yang dalam sejarahnya Pekan Olahraga Nasional bertujuan untuk : menggalang persatuan dan kesatuan para pemuda dan pemudi dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia dan untuk melatih para atlet untuk tujuan yang lebih tinggi lagi yaitu dapat mempersiapkan diri ke pertandingan yang lebih besar lagi seperti Sea Games, Asian Games maupun Olympic Games. Tujuan penyelenggaraan PON sebenarnya sesuai dengan Peraturan Presiden no 17 tahun 2007 menyebutkan bahwa :
Dalam penyelenggaraan PON dimaksudkan untuk :
Memelihara kesatuan bangsa
Menjaring bibit atlet potensial
Meningkatkan prestasi olahraga
Memperhatikan dan mencermati penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional dari masa kemasa menunjukkan pasang surut yang sangat drastis, dipandang dari sisi pembangunan fasilitas yang akan digunakan sampai dengan kesiapan personal kepanitiaannya Setelah penyelenggaraan PON di Solo penempatan penyelenggaraan selalu dilakukan di Jakarta, karena fasilitas yang dianggap sangat lengkap berada di Jakarta. Perubahan itu baru terjadi setelah tahun 1969 PON berlangsung di Surabaya. Setelah itu kembali lagi penyelenggaraan dilaksanakan di Jakarta. Penyelenggaraan PON baru beralih dari Jakarta dan diselenggarakan kembali di Surabaya setelah tahun 2000, dan kemudian di tahun 2004 diselenggarakan di Palembang. Setelah itu secara berurutan penempatannnya dilaksanakan di Kalimantan Timur tahun 2008, dan kemudian menyusul Riau. Yang perlu dijadikan catatan bahwa penyelenggaraan PON dari tahun ketahun selalu menambahkan jumlah cabang olahraga dan tentunya akan diikuti dengan penambahan jumlah medali. Seperti tergambar pada table di bawah :
No. Tahun Tempat, Jumlah medali
1 2000 Surabaya, 551
2. 2004 Palembang 623
3. 2008 Kaltim 749
4. 2012 Riau 600
5 . 2016 Jawa Barat 756
6. 2020 Papua 688
7. 2024 Aceh & Sumut 1048
Dari paparan medali yang diperebutkan menunjukkan rutinitas arah peningkatan jumlah yang semakin naik di setiap penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional. Kenaikan jumlah medali tersebut merupakan gambaran dari merangkak naiknya jumlah nomor yang dipertandingkan.
Dengan berakhirnya pelaksanaan PON tahun 2024 di Aceh dan Medan menyisakan kenangan yang tidak bisa segera bisa dilupakan. Banyak keluhan banyak juga protes yang dilancarkan oleh daerah2 peserta, menjadi kilas balik bagaimana pelaksanaan PON yang terlaksana di dua daerah tersebut. Baru tahun 2024 ini pelaksanaan PON diselenggarakan di 2 daerah, dengan memperhatikan Peraturan Pemerintah no. …….tahun ……. tentang penyelenggaraan PON. Yang sebelumnya selalu diselenggarakan hanya di 1 daerah. Walaupun pernah muncul ide untuk pelaksanaan PON diselenggarakan setiap 2 tahun dengan menempatkan 2 daerah sebagai penyelenggara. Namun akhirnya Pemerintah memutuskan tetap empat tahun penyelenggaraan dilakukan di dua tempat. Rasanya 4 tahun setelah penyelenggaraan PON di Papua terlalu pendek bagi Aceh dan Medan untuk mempersiapkan segala kebutuhan untuk penyelenggaraan PON, dilihat dari sisi mempersiapkan sarana prasarana, sumber daya manusia yang akan menjadi penunjang pelaksana, termasuk sumber pendanaan untuk menunjang penyelenggaraan.Kenangan yang selelalu teringat bagaimana fasilitas pertandingan yang kurang optimal, dukungan konsumsi yang sangat sederhana yang kalau dikaji dari sudut menu makanan dan nilai gizi sungguh sangat memprihatinkan sajian untuk gizi untuk atlet berprestasi, Kesiapan panitia pertandingan yang kurang professional. Menyebabkan berbagai masalah ikut muncul mendampingi kelemahan2 panitia yang menjadi bahan perbincangan walau Pon tersebut telah berakhir.
Marilah kita kaji sebenarnya apa yang menjadi daya dorong kelemahan2 itu terjadi.
Kalau dilihat penempatan Pon tersebut di laksanakan di Aceh dan Medan sudah sesuai dengan ajuan pengusulan 6 tahun sebelumnya, dan sudah diputuskan saat penutupan PON di Papua dengan serah terima bendera untuk dikibarkan di dua daerah. Namun sejalan dengan merangkaknya waktu tanpa dukungan pendanaan dan tenaga yang professional Pon tahun 2024 menjadi bahan gunjingan tentang ketidaksiapan Panitia Besar Pon 2024. Disamping itu merebaknya jumlah nomor2 dan cabang olahraga yang dipertandingkan menjadi semrawutnya pelaksanaan PON yang berlangsung di dua tempat tersebut. Terlebih lagi kalau dikaitkan dengan salah satu pasal di undang2 nomor 11 tahun 2024, dan tertulis pada pasal 44 dan ditambahkan khususnya di pasal 46, bahwa pelaksanaan PON bertujuan untuk menjaring bibit Olahragawan potensial, yang nantinya dipersiapkan untuk event internasional.
Namun peraturan yang tersusun rapi memang tinggal tulisan belaka, Aturan yang telah tersusun rapi tinggal hanya peraturan yang tertulis belaka. Kemelut itu dibuat sendiri dan dilanggar sendiri, dengan dalih kebersamaan. Munculnya cabang cabang olahraga baru dan penambahan nomor nomor baru menjadikan semakin semerbaknya masing2 daerah untuk berlomba menyiapkan berbagai cabang olahraga tambahan. Untuk daerah yang memiliki anggaran daerah yang subur mungkin tidak seberapa terasa, tapi daerah daerah kecil hal ini sangat memberatkan. Persyaratan yang pernah dituliskan bahwa cabang olahraga baru yang akan menjadi peserta di PON diwajibkan sosialisasi minimal dengan 10 daerah peserta, namun dalam pelaksanaannya peraturan hanya tinggal peraturan belaka. Belum lagi diantaranya dengan perlu adanya pembatasan usia peserta, karena semestinya memenuhi aturan di undang undang yang menyebutkan PON adalah salah satu wadah untuk penggalian bibit atlet yang dipersiapkan untuk jenjang kejuaraan yang lebih tinggi. Kalaupun usia tersebut sudah berada dikisaran 30 tahun mungkin perlu dijadikan pertimbangan apakah di Indonesia memang kekurangan bibit atlet yang potensial? Disisi lain atlet yang turun di Pon adalah mereka2 yang telah bermedali di event internasional seperti Sea Games, Asian Games maupun Olympic. Apakah hal tersebut bukan merupakan barrier bagi adik2nya yang sangat berhasrat untuk bisa merasakan di panggung kejuaraan. Alasan klasik adalah mereka2 tersebut untuk membela nama daerah. Munculnya berbagai cabang olahraga baru yang dipertandingkan di Aceh dan Medan menjadikan suatu pertanyaan yang cukup menggelitik, mengapa cabang olahraga tersebut bisa ikut dipertandingkan di multi event terbesar di Indonesia ?.Mengapa dalam hal ini Pemerintah maupun Koni tidak membatasi pada cabang2 multi event yang dipertandingkan di level Asean, Asia maupun Olympic? Pekan Olahraga Nasional adalah penyelenggaraan multi event tertinggi di Indonesia, dan bertujuan untuk menggali bibit bibit atlet yang dipersiapkan untuk event internasional. Mungkin diperlukan proses pemikiran yang lebih jernih dari Pemerintah. Pada pasal 12 ayat a dan b Undang nomor 11 tahun 2022 telah dijelaskan tentang kewenangan Pemerintah dalam mengatur kebijakan secara nasional, dan dalam pembagian bidang di Kedeputian telah tertata antara adanya Deputi 3 yang membawahi olahraga Masyarakat dan di Deputi 4 yang membawahi olahraga prestasi, sehingga penataan tentang pelaksanaan kejuaraan dapat diatur sesuai dengan bidang dan cabang olahraganya masing2. Pada Deputi 3 membawahi dan mengatur pada bidang olahraga Masyarakat, sedang Deputi 4 mengatur dan menyiapkan cabang2 olahraga yang berkaitan persiapan untuk multi event. Sekedar saran mungkin bermanfaat untuk diuji cobakan. (***)
Tinggalkan Balasan