KEMPALAN: Presiden pertama Amerika Serikat Abraham Lincoln pernah mengatakan, ‘’Anda dapat menipu semua orang untuk beberapa saat, dan Anda bisa menipu beberapa orang untuk selamanya. Tapi, Anda tidak akan bisa menipu semua orang untuk selamanya.”

Ungkapan kuno yang sudah berumur dua abad itu terdengar masih relevan untuk masa kini. Bahkan, ungkapan itu terasa makin relevan untuk kondisi masa kini, ketika politik sangat sarat dengan dengan permainan kesan dan pencitraan.

Dengan teknik pengelolaan kesan yang canggih seorang politisi bisa mengelabui sebagian besar orang dalam satu saat. Sang politisi dengan tim pencitraan dan pasukan pengelola pesan yang canggih bisa juga mengelabui sebagian kecil orang dalam jangka waktu yang lama, atau bahkan selama-lamanya. Tetapi, Lincoln menjamin, secanggih apapun tim pencitraan dan tim pengelolaan pesan, tidak akan bisa membohongi semua orang untuk selama-lamanya.

Sejarah sudah membuktikan kebenaran ungkapan Lincoln itu. Betapa banyak pemimpin yang disanjung-sanjung oleh pendukungnya tiba-tiba mengalami peristiwa yang tidak bisa dia kontrol dan kemudian tetiba saja ia sudah kehilangan kekuasaan karena menjadi korban kebrutalan orang-orang yang menjadi pengikut setianya.

Terlalu banyak kejadian-kejadian besar dan penting di dunia yang muncul di luar prediksi, dan bahkan sama sekali tidak bisa diantisipasi. Seorang penguasa yang powerful bisa saja mendesain kekuasaannya supaya langgeng, supaya bisa berkuasa seumur hidup. Ia sudah menata segala sesuatu dengan cermat supaya semuanya mulus. Tetapi, ia tidak menyadari bahwa terjadi ‘’bocor alus’’ yang membuat rencana itu jebol berantakan.

Sebuah bangunan dam raksasa yang kokoh bisa hancur karena bocor alus seukuran ujung jarum. Sebuah rezim yang didesain dengan kokoh bisa rontok karena peristiwa kecil yang tidak terduga.

Banyak sekali peristiwa besar yang terjadi di luar perkiraan. Pagebluk Covid-19 adalah contoh paling mutakhir. Pagebluk ini tidak diprediksi sebelumnya dan dampaknya mengubah tatanan dunia menjadi tidak sama lagi dengan sebelumnya. Tidak ada yang menyangka pagebluk itu bakal terjadi karena tidak terjadi preseden sebelumnya. Tapi, toh, ternyata terjadi.

Serangan 9/11 di Gedung WTC Amerika Serikat juga fenomena yang sama. Kita tidak pernah mengalami kejadian semacam itu, dan ternyata kemudian terjadi. Peristiwa itu membuat para ahli militer Amerika terperangah tidak percaya bahwa wilayah mereka ternyata rapuh.

Di bidang teknologi kita tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi. Penemuan teknologi canggih di bidang kecerdasan buatan tidak ada preseden sebelumnya, dan akan mengubah wajah dunia secara revolusioner.

Fenomena itulah yang oleh Nassim Nicholas Taleb disebut sebagai fenomena Black Swan alias ‘’Angsa Hiitam’’ yang menggambarkan munculnya kejadian besar yang tidak terduga. Kejadian itu sempat dikira hanya temporer dan akan cepat selesai. Tetapi, ternyata kejadian itu berlangsung lama dan tidak ada yang bisa memprediksi kapan berakhir.

Menurut Taleb, sejarah itu buram. Kita dapat mengetahui apa yang terjadi setelah semuanya berlalu, namun kita tidak dapat melihat naskah yang yang melatar belakangi kejadian sebelum semuanya terjadi. Kebanyakan orang merasa percaya diri dengan prediksinya karena mereka membuat prediksi berdasarkan sejarah. Namun manusia sering lupa bahwa waktu mempunyai cara untuk mengejutkan kita dengan kejadian yang tak lazim.

Perang Rusia-Ukraina menjadi contoh terbaru mengenai fenomena angsa hitam. Semula pasukan Rusia mengira akan cepat bisa mengalahkan Ukraina dan merebut kembali wilayahnya. Termyata perang sudah berlangsung tiga tahun dan tidak ada tanda-tanda kapan berhenti.

Fenomena angsa hitam didasarkan pada kejadian pada 1697 ketika orang-orang Inggris mulai masuk ke koloni Australia. Ketika itu seorang naturalis Inggris untuk kali pertama melihat ada angsa hitam di Australia bagian barat. Kejadian itu kemudian dilaporkan ke Inggris dan membuat gempar seluruh Eropa. Selama ini orang-orang di Eropa dan dunia hanya tahu bahwa angsa berwarna putih, dan hal itu sudah kebenaran ilmiah.

Ternyata, sebuah kebenaran ilmiah yang sudah diyakini berpuluh tahun bisa gugur begitu saja dengan penemuan sederhana yang tidak disengaja. Pengetahuan yang semula dianggap ilmiah itu gugur berantakan karena temuan baru yang mendadak dan tidak terduga.

Peristiwa itu mengilhami Nassim Taleb untuk menulis buku ‘’The Black Swan: Rahasia Terjadinya Peristiwa-Peristiwa Langka yang Tak Terduga’’ (2022). Ia melakukan penelitian komprehensif terhadap peristiwa-peristiwa besar dan menyimpulkan bahwa manusia memiliki keterbatasan yang serius mengenai pengetahuan yang mereka miliki.

Karena kita belum pernah melihat angsa hitam, bukan berarti mereka tidak ada. Kita menganggap bahwa semua angsa itu berwarna putih, padahal ada jenis angsa yang berwarna hitam.

Di mata Taleb sejarah itu buram. Kita dapat mengetahui apa yang terjadi setelah semuanya berlalu, dan kita tidak dapat melihat naskah yang melatar belakangi kejadian sebelum semuanya terjadi. Kebanyakan orang merasa percaya diri dengan prediksinya karena mereka membuat prediksi berdasarkan sejarah. Namun manusia sering lupa bahwa waktu mempunyai cara untuk mengejutkan kita dengan kejadian yang tak lazim.

Taleb ingin menunjukkan bahwa kita tidak benar-benar mengetahui sesuatu yang kita ketahui. Kita sering terlalu percaya bahwa sesuatu yang sudah terjadi pada masa lalu, akan terjadi lagi pada masa depan.

Bisa saja, sesuatu yang kita percayai ini menuntun kita kepada jalur yang salah dan tidak relevan dengan keadaan kita sekarang. Dari fenomena ini, kita juga bisa mempelajari bahwa manusia secara natural mempunyai kecenderungan untuk mencari pembenaran terhadap apa yang dia percayai.

Hal ini disebut sebagai bias konfirmasi, confirmation bias yang berarti kita mencari informasi yang mendukung pandangan kita dan menolak informasi yang berlawanan dengan pandangan kita.

Bias konfirmasi terjadi ketika kita mempercayai bahwa dengan menyaksikan angsa putih lainnya dapat menyangkal fakta tentang keberadaan angsa hitam di muka bumi. Cara berpikir seperti ini adalah cara berpikir yang aneh dan berbahaya, namun inilah sifat manusia.

Di Indonesia fenomena angsa hitam terjadi sepanjang sejarah. Kemerdekaan 1945 adalah fenomena angsa hitam. Tidak ada yang menyangka bahwa Hiroshima dan Nagasaki akan dibom oleh Amerika dan Jepang menyerah.

Masa kejatuhan Bung Karno adalah angsa hitam, karena tidak pernah terjadi sebelumnya. Akumulasi kekuasaan Sukarno sangat solid, tetapi ternyata terjadi bocor alus penculikan para jenderal yang berujung pada penghancuran PKI (Partai Komunis Indonesia) dan jatuhnya Sukarno.

Reformasi 1998 adalah kejadian angsa hitam, karena Soeharto berada pada puncak kekuatan ketika terjadi krisis ekonomi yang menjadi penyebab kejatuhannya. Tidak ada yang menduga bahwa Soeharto bisa jatuh oleh gerakan mahasiswa.

Sekarang Indonesia sedang menghadapi peralihan kekuasaan yang paling krusial di era reformasi. Joko Widodo mempersiapkan segalanya supaya bisa soft landing. Tetapi, tidak ada yang bisa memprediksikan—apalagi menjamin—bahwa tidak akan terjadi fenomena angsa hitam pasca lengsernya Jokowi. ()

Oleh: Dhimam Abror Djuraid