SURABAYA-KEMPALAN: Penjabat (Pj) Gubernur Jatim Adhy Karyono mengemukakan, Jatim merupakan penghasil utama cukai rokok yang menyumbang 60% dari total cukai nasional.
“Dari Rp179 triliun pendapatan cukai tahun 2024 hanya 2,77% atau Rp 2,77 triliun yang dikembalikan ke daerah penghasil (Jawa Timur). Dana itu dibagikan ke 38 kabupaten/kota di Jatim. Sedangkan Pemprov Jatim hanya mendapatkan Rp 700 miliar,” kata Adhy Karyono di sela acara Forum Group Discussion (FGD) di Graha Kadin Jatim, Rabu (24/7).
Menurut Adhy, alokasi Rp700 miliar itu dibagi lagi untuk peningkatan kesehatan masyarakat serta penegakan hukum rokok terutama rokok ilegal. “Jadi, penggunaannya ada pembatasan,” ungkapnya.
Untuk itu, Adhy meminta agar Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) untuk Jatim dinaikkan minimal menjadi 5%. Pasalnya; saat ini Jatim hanya mendapat bagian sekitar 3 %. Bahkan 3 % itu pun tidak sampai.
Pemprov Jatim, lanjut Adhy, sebenarnya sudah pernah menyampaikan aspirasi ini kepada Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Namun, tanggapan yang diterima masih terbatas karena pemerintah pusat harus mempertimbangkan kepentingan nasional yang lebih luas, tidak hanya Jatim.
“Kami memahami bahwa negara kita tidak hanya Jawa Timur yang harus dibantu. Namun, kami berharap pemerintah pusat bisa memperhatikan kontribusi besar Jawa Timur dalam pendapatan cukai nasional. Dan kami akan terus memperjuangkan hak kami demi kesejahteraan masyarakat Jawa Timur,” tegasnya.
Pada kesempatan tersebut Pj. Gubernur Adhy mengapresiasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim yang menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertema “Kajian Optimalisasi Kebijakan Kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) yang optimal”.
Acara yang diadakan di Hall Lt 3 Graha Kadin Jawa Timur ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan. Termasuk akademisi dan pemerintah daerah. Di antaranya Dekan FEB Universitas Muhammadiyah Malang Prof. Idah Zahroh dan Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto.
Adhy mengatakan, FGD ini memiliki tujuan untuk menyuarakan keseimbangan khususnya bagi industri rokok bersama pemerintah yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Jatim.
“Maka dari itu, adanya peningkatan DBHCT bagi Pemprov Jatim di mana pengelolaannya akan dikembalikan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat Jatim,” ujarnya.
Terlebih, kata Adhy, Jatim sebagai penghasil cukai rokok memiliki kontribusi sebesar 60 persen dan merupakan penghasil cukai rokok terbesar di Indonesia.
Menurutnya, DBHCT sangatlah besar manfaatnya bagi masyarakat. Berbagai penerima bantuan sosial dari cukai rokok seperti buruh rokok, petani tembakau, pekerja rokok serta masyarakat kurang mampu penerima yang menjadi bagian dari konpensasi.
Pengentasan kemiskinan, menurut Adhy, tetap menjadi komitmen dan prioritas bersama dengan dukungan dari semua pihak utamanya industri rokok.
Konsep penanggulangan kemiskinan juga menjadi fokus penting melalui program program produktif melalui akses pemberdayaan ekonomi dan pemberian akses modal.
Selain itu, DBHCT ini bisa digunakan untuk mewujudkan capaian 100 persen kepesertaan BPJS Kesehatan sehingga target Universal Health Coverage (UHC) bisa terpenuhi.
Adhy menyebut, akan terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan antara daerah penghasil dan daerah bukan penghasil cukai rokok sehingga UHC tidak bisa merata di seluruh daerah Jatim.
“Kami ingin dana DBHCT ini dirasakan oleh banyak lapisan masyarakat miskin dan berbagai program BPJS Kesehatan serta program program lainnya yang belum tersentuh oleh bantuan sosial,” tandasnya. (Dwi Arifin)
Tinggalkan Balasan