Oleh: Sultoni Fikri (Peneliti di Nusantara Center for Social Research)
KEMPALAN – Hubungan antara hukum dan agama di Indonesia, terutama jaminan hak beragama, merupakan topik yang sangat relevan dalam kajian sosio-legal. Socio-legal studies, atau studi sosio-legal, merupakan pendekatan yang mengkaji hukum tidak hanya sebagai seperangkat aturan dan doktrin formal, tetapi juga sebagai fenomena sosial yang dipengaruhi oleh, dan mempengaruhi, berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pendekatan ini sangat cocok untuk memahami kompleksitas interaksi antara hukum dan agama di Indonesia.
Melalui Pasal 28E dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menjamin kebebasan beragama dan beribadat. Namun, kajian sosio-legal menunjukkan bahwa penerapan jaminan ini di lapangan tidak selalu sesuai dengan yang tercantum dalam teks hukum. Peraturan daerah yang berbasis syariah dan kasus-kasus diskriminasi terhadap kelompok minoritas agama adalah contoh nyata di mana norma hukum formal bertabrakan dengan praktik sosial. Studi sosio-legal mengkaji bagaimana konteks sosial, budaya, dan politik mempengaruhi penerapan dan penafsiran hukum, serta bagaimana hukum mempengaruhi struktur dan dinamika sosial.
Misalnya, penerapan hukum syariah di Aceh dan berbagai peraturan daerah berbasis agama di wilayah lain mencerminkan upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan ke dalam hukum. Namun, ini juga menimbulkan pertanyaan tentang kesesuaian dan keadilan bagi warga negara yang tidak menganut agama mayoritas. Pendekatan sosio-legal mengajak kita untuk melihat lebih dalam pada dampak sosial dari peraturan-peraturan ini, termasuk bagaimana peraturan tersebut mempengaruhi kehidupan sehari-hari warga negara dan relasi antar kelompok agama.
Kajian sosio-legal menyoroti bagaimana hukum dapat menjadi alat politik. Di Indonesia, agama sering digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan politik, baik oleh pemerintah maupun oleh aktor non-pemerintah. Politisasi agama ini dapat memperkeruh upaya untuk memisahkan urusan agama dari urusan negara dan mengancam kebebasan beragama. Dengan menggunakan pendekatan sosio-legal, kita dapat memahami bagaimana kekuasaan dan kepentingan politik berinteraksi dengan norma-norma hukum dan keagamaan, serta bagaimana ini mempengaruhi kebijakan dan praktik hukum. Organisasi masyarakat sipil, kelompok agama, dan individu berperan penting dalam mengadvokasi hak-hak beragama, membangun dialog antaragama, dan memperkuat toleransi. Mereka sering kali menjadi penghubung antara norma hukum formal dan praktik sosial, membantu menjembatani kesenjangan antara apa yang diatur oleh hukum dan apa yang terjadi di lapangan.
Salah satu aspek penting dari pendekatan sosio-legal adalah penekanan pada konteks. Dalam mengkaji hubungan antara hukum dan agama di Indonesia, penting untuk mempertimbangkan konteks sejarah, budaya, dan sosial yang membentuk praktik dan persepsi hukum. Misalnya, sejarah panjang Indonesia sebagai negara dengan pluralitas agama yang tinggi mempengaruhi bagaimana hukum dan kebijakan terkait agama dikembangkan dan diterapkan. Di sisi lain, pendekatan sosio-legal juga mengajak kita untuk mempertimbangkan peran individu dalam sistem hukum. Bagaimana individu memahami dan menanggapi hukum terkait agama? Bagaimana pengalaman pribadi dan identitas keagamaan mempengaruhi interaksi mereka dengan hukum?
Pemahaman dan tanggapan individu terhadap hukum terkait agama sangat relevan dengan studi sosio-legal, yang menekankan pada hubungan timbal balik antara hukum dan masyarakat. Studi sosio-legal tidak hanya melihat hukum sebagai seperangkat aturan yang formal, tetapi juga mengeksplorasi bagaimana hukum diterapkan dan dipahami dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam masyarakat dengan pluralitas agama, hukum terkait agama akan berinteraksi dengan berbagai norma dan nilai keagamaan yang berbeda. Ini dapat menciptakan dinamika di mana hukum mencoba menyeimbangkan antara menghormati keberagaman agama dan memastikan keadilan serta kesetaraan bagi semua warga negara.
Studi sosio-legal juga memperhatikan bagaimana identitas keagamaan mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap hukum. Identitas keagamaan, yang sering kali terbentuk sejak usia dini dan dipengaruhi oleh keluarga, komunitas, dan pengalaman hidup, memainkan peran penting dalam membentuk persepsi seseorang tentang hukum. Seseorang yang sangat terikat dengan identitas keagamaannya mungkin lebih cenderung melihat hukum sebagai representasi dari keyakinan moral dan etika mereka. Sebaliknya, mereka yang merasa identitas keagamaan mereka tidak diakui atau dihormati oleh hukum mungkin mengalami ketegangan dan konflik dalam interaksi mereka dengan sistem hukum.
Pengalaman pribadi dengan hukum dan otoritas keagamaan juga merupakan fokus dalam studi sosio-legal. Pengalaman ini dapat mempengaruhi bagaimana individu memandang legitimasi dan keadilan hukum, akan tetapi, studi-studi empirik dalam bidang ini sering kali mengungkapkan bahwa pengalaman diskriminasi atau perlakuan tidak adil dapat mengurangi kepercayaan terhadap sistem hukum, sementara pengalaman positif dapat meningkatkan kepatuhan dan dukungan terhadap hukum. Oleh karena itu, hukum memiliki peran dalam membentuk identitas dan praktik keagamaan. Hukum dapat berfungsi sebagai alat untuk mengatur dan mengontrol praktik keagamaan, tetapi juga dapat menjadi sarana bagi individu dan kelompok untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan membentuk identitas keagamaan mereka dalam ruang publik. (*)